Pemerintah Harus Punya “Political Will” Terhadap Buruh PHK

 

Oleh: Dr Najib Husain

  Pengamat Politik  Provinsi Sulawesi Tenggara

 

DINAMIKASULTRA.COM-Mencermati  nasib para buruh yang banyak  dirumahkan bahkan banyak yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), akibat dampak dari adanya wabah virus corona (COVID-19). Pemerintah pusat maupun pemerintah ditingkat daerah harus punya political will atau basis keyakinan publik dalam aksi, sebagai bentuk perhatian pemerintah  terhadap nasip kaum buruh.

Peringatan hari buruh di tahun 2020 penuh dengan cobaan karena salah satu dampak dari pendemi corona adalah banyak buruh yang di PHK. Sehingga hal yang harus dilakukan oleh pemerintah agar nasib buruh yang dirumahkan atau di PHK bisa terjamin, dengan mengalokasikan bantuan-bantuan sosial kepada mereka.

“Perlu ada political will dari pemerintah untuk mengalokasi bantuan-bantuan sosial bagi buruh yang di PHK sebagai pertambahan jumlah orang miskin sebagai dampak pendemi (virus) corona.

Selain itu, pemerintah juga harus tegas kepada perusahaan yang melalukan PHK kepada buruh agar tetap memberikan pesangon minimal tiga bulan gaji.

Dalam panadangan akademisi  meskipun para buruh tidak melakukan aksi atau demo besar-besaran, tetapi pemerintah harus punya perhatian besar yang ditunjukkan terhadap nasib buruh dan keluarganya.

Misalnya ada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah baik pusat maupun daerah kepada keluarga serta anak-anak buruh, yang akan masuk sekolah dengan memberikan beasiswa, supaya momemtum kegembiraan hari buruh hari ini disaat pendemi corona tidak menjadi hari kelabu, bagi kaum buruh.

Terkait adanya rencana kedatangan 500 TKA asal China di Provinsi Sulawesi Tenggara yang bekerja di perusahaan tambang PT VDNI dan PT OSS, hal itu sebuah langkah yang keliru dari pemerintah, hal itu sangat menunjukkan pemerintah tidak konsisten dalam melaksanakan aturan melarang mudik masyarakat, tapi mau menerima TKA dari China.

Itu artinya tidak punya rasa kepedulian sosial terhadap tenaga kerja Indonesia yang kehilangan pekerjaan dan lebih memperhatikan tenaga kerja asing.

Sehingga sangat bertentangan dengan amanah konstitusi dan Pancasila. Pemerintah pusat harusnya lebih banyak  mendengar masukan dari pemerintah daerah Provinsi Sultra, baik dari Legislatif maupun Eksekutif untuk menolak kedatangan mereka.***

Baca Juga !
Tinggalkan komentar