Benteng Keraton Buton Terluas di Dunia, Warisan Membanggakan Tanpa Utang
Oleh: Wahyudi al Maroky
(Dir. PAMONG Institute)
DINAMIKASULTRA.COM – Setiap Pemimpin hebat akan mewariskan sesuatu yang membanggakan bagi generasi setelahnya. Bahkan ada yang menjadi warisan kebanggaan dunia. Begitu pula Sultan Buton yang berjuluk Negeri khalifatul khamis. Hebatnya lagi, mereka tak mewariskan Utang kepada generasi berikutnya.
Beberapa warisan hebat para pemimpin dunia antara lain; Kaisar Vespasian tahun 70 M mewariskan Kolosseum di Italia. Raja Samaratungga tahun 824M mewariskan Borobudur du Indonesia. Kaisar Mughal Shah Jahan mewariskan Taj mahal di India, sebuah makam untuk istrinya Mumtaz Mahal, yang dibangun tahun 1631-1648, dll.
Jika di Tanah Jawa ada warisan Borobudur yang membanggakan, di Negeri Khalifatul khamis (Buton) pun ada warisan yang hebat dan membanggakan. Ya. BENTENG terluas di Dunia.
Benteng Keraton Buton itu mulai dibangun sejak pemerintahan Sultan ke-3, La Sangaji (1591-1597), selesai secara keseluruhan diakhir pemerintahan Sultan ke-6, La Buke Gafarul Wadudu (1632-1645). Bahan dasarnya adalah batu gunung, kapur, campuran putih telur, dan agar-agar.
Ketinggian benteng antara satu hingga delapan meter, ketebalan dinding antara 50 Centimeter sampai 2 Meter, panjang keliling 2.740 Meter. Benteng memiliki 12 lawa (gerbang), dan 16 baluara (bastion), dilengkapi 43 meriam ditempatkan di lawa dan baluara benteng.
Selain sebagai benteng pertahanan, benteng ini merupakan pusat kegiatan pemerintahan, dan pusat seluruh aktivitas kesultanan. Benteng Keraton Kesultanan Buton merupakan benteng terluas di dunia versi Museum Rekor Indonesia (Muri). Anugerah tersebut diberikan saat masa pemerintahan Wali Kota Dr H MZ Amirul Tamim, pada September 2006.
Antropolog Unidayan, Dr La Ode Abdul Munafi menjelaskan dalam tradisi perbentengan di Indonesia, hanya mengenal dua karakteristik. Ada benteng tradisional dan ada benteng kolonial yang dibangun penjajah. Semua benteng di Buton tergolong benteng tradisional, benteng kolonial nyaris tidak ditemukan.
Benteng ini menggambarkan bagaimana spirit masyarakat yang luar biasa mempunyai militansi dalam mendukung survival kehidupan. Bisa jadi juga karena posisi geostrategis Buton yang kerap tidak bisa menutup diri dari kemungkinan ancaman. Sehingga untuk membentengi diri, mendukung survive-nya dengan mendirikan benteng pertahanan.
Antropolog Unhas, Dr Tasrifin Tahara menegaskan keberadaan Benteng Keraton merupakan bentuk imperium kebesaran, ada peradaban yang ditinggalkan. Jika tanpa bukti orang tidak percaya. Benteng yg hebat ini Menggambarkan Buton adalah negara maritim terbesar.
Benteng Keraton memberi dampak menumbuhkan keseganan pada Kesultanan Buton. Fungsi lainnya, mudah pengotrolan kapal, barang, dan orang yang keluar atau masuk ke Buton.
Warisan benteng ini merupakan gambaran kehebatan para pemimpin saat itu. Mereka mewariskan karya yang membanggakan. Lebih mengagumkan lagi, mereka tak mewariskan beban Utang bagi generasi berikutnya.
Jika pemimpin dulu hanya mewariskan karya tanpa mewariskan utang maka “hebatnya” pemimpin era sekarang mewariskan keduanya sekaligus. Mewariskan Karya dan utang.
Sekedar catatan sejarah, sejak Negeri ini merdeka, pemimpin pertama sudah mewariskan banyak karya sekaligus dengan utang. Tercatat, Soekarno mewariskan utang sekitar USD 2,3 miliar (di luar utang Hindia Belanda USD 4 miliar).
Soeharto ketika dilantik 1967 sudah menanggung beban utang dari Soekarno. Selanjutnya ia mewariskan utang sekitar USD 171 miliar atau sekitar Rp. 551,4 Triliun.
Habibi pun mewariskan Utang Rp. 938,8 Trilyun.
Sedangkan Gus Dur mewariskan Utang Rp. 1.271 Trilyun.
Megawati pun mewariskan Utang Rp. 1,298 Trilyun.
Sedangkan SBY mewariskan Utang Rp, 2.608 Trilyun. Sementara Jokowi pada periode juli 2018 sudah mencatat Utang Rp. 4.253,02 Trilyun. (m.detik.com).
Akankah pemimpin era now mewariskan Utang bagi generasi berkutnya? Bukan sekedar utangnya, tapi Bunga UTANG (RIBA) yang diharamkan itu. Bahkan lebih berbahaya dari sekedar jeratan utang dari para negara dan rentenir dunia. Lebih dari itu bisa dicabut KEBERKAHAN dan mendatangkan bencana serta azab untuk negeri tercinta.
Sampai kapankah akan terus mewariskan utang? Waktu yang akan menjawabnya. Dan sejarah yang akan setia mencatatnya.
Apakah pemimpin nanti akan mewariskan Karya besar saja. Atau mewariskan juga Utang yang besar? Kita tanya pada rumput yang bergoyang… tabiik.
(disarikan dari Buku NEGERI KHALIFATUL KHAMIS, Terbitan WADIpres tahun 2019, yang ditulis oleh Irwansyah Amunu & almaroky)
NB; Penulis pernah belajar pemerintahan di STPDN angkatan ke-04 dan IIP Jakarta angkatan ke-29 serta MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.***