DPRD Kota Baubau Susun Raperda Penyelamatan Bahasa Wolio Dari Kepunahan

Pengunjung berada tak jauh dari meriam kuno bekas persenjataan Kesultanan Buton di Benteng Keraton Wolio di Kelurahan Melai, Kecamatan Betoambari, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, Minggu (29/9/2019). Benteng Keraton Buton seluas 23,375 hektare itu merupakan salah satu objek wisata bersejarah di Baubau yang banyak didatangi wisatawan, karena memiliki bentuk arsitek unik. (ant)

 

DINAMIKASULTRA.COM,KENDARI-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) berinisiatif menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) tentang pemeliharaan bahasa, aksara dan sastra Wolio agar bahasa daerah di jazirah eks-Kesultanan Buton itu tidak punah.

Wakil Ketua I DPRD Kota Baubau, Nasiru melalui pesan WhatsApp yang diterima di Kendari, Senin mengatakan raperda ini menjadi satu-satunya usulan yang disetujui penganggarannya oleh DPRD di antara beberapa usulan yang batal karena pandemi COVID-19.

“Dengan penyusunan raperda ini diharapkan akan lahirnya peraturan daerah (perda) yang lebih membumikan unsur bahasa, aksara dan sastra Wolio dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya dalam kurikulum pembelajaran,” kata politikus Partai Gerindra itu.

Ia mengatakan pendalaman kajian ini akan menjadi salah satu penyempurnaan raperda yang nanti akan masuk menjadi perda Kota Baubau.

Mengenai penyusunan naskah akademiknya, kata Nasiru, ke depan akan menjadi inovasi bagi anggota legislatif dalam penyusunan raperda serupa di kemudian hari.

Ketua Yayasan Komunitas Pemerhati Budaya Butuuni Dr Kamaludin Zamani secara terpisah mengatakan sebagai tim ahli dalam penyusun naskah akademik raperda itu, yang juga melibatkan tokoh budaya, pendidik, dan masyarakat ini dimaksudkan akan menjaring banyak masukan untuk melengkapi rancangan yang telah disusun sebelumnya.

“Ini hasilnya akan menjadi catatan naskah akademik raperda. Dari naskah akademik ini DPRD akan mempunyai landasan untuk membuat rancangan perda. Ini juga akan memperkuat alasan DPRD ke pemda dalam mengusulkan raperda pemeliharaan bahasa, aksara dan sastra Wolio,” kata akademisi Universitas Halu Oleo (UHO) ini.

Menurut Kamaludin dilihat berdasarkan indeks, yakni 1-5 indeks kecintaan berbahasa Wolio mencapai 3,972, namun itu hanya afektifnya, sedangkan kognitif (pengetahuan) untuk bahasa Wolio kurang, apalagi psikomotoriknya, yakni melakukan dan mempraktikannya sangat kurang.

Sementara itu salah seorang tim ahli lainnya Dr Abdul Munafi mengatakan rencana penyusunan raperda penyelamatan bahasa Wolio itu sudah diwacanakan di DPRD sejak 10 tahun silam, namun baru periode ini terealisasi.

Menurutnya bahasa Wolio patut mendapat perhatian karena bahasa Wolio di samping merupakan bahasa resmi Kesultanan Buton, bahasa Wolio juga merupakan “lingua franca” yang merupakan bahasa pengantar di seluruh wilayah Kesultanan Buton, yang kini telah terpecah menjadi 10 kabupaten/Kota di Sulawesi Tenggara. (ds/ant)

Baca Juga !
Tinggalkan komentar