Akademisi: Indonesia Terikat Lindungi Pengungsi Luar Negeri

DINAMIKA SULTRA.COM, BANDA ACEH – Akademisi Hukum Internasional Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Sophia Listriani menyatakan bahwa Indonesia terikat aturan perlindungan pengungsi meskipun belum meratifikasi Konvensi 1951.
“Indonesia memang belum meratifikasi Konvensi 1951, tetapi ada aturan di dalamnya yang mengikat semua negara baik yang sudah maupun belum meratifikasi,” kata Sophia Listriani, di Banda Aceh, Senin.
Pernyataan ini disampaikan Sophia merespons gelombang kedatangan imigran Rohingya ke Aceh dan terjadinya sejumlah penolakan dari pemerintah dan masyarakat Aceh.
Ia menjelaskan secara hukum internasional, terdapat prinsip “nonrefoulement” sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 Konvensi Mengenai Status Pengungsi Tahun 1951.
Prinsip tersebut, katanya, merupakan aspek dasar dari hukum pengungsi dan telah dikembangkan menjadi kebiasaan hukum internasional sehingga harus tetap diterapkan di negara pengungsi mencari perlindungan.
“Ini berarti bahwa prinsip tersebut bersifat mengikat bagi setiap negara meskipun belum menjadi peserta penandatanganan Konvensi Tahun 1951,” ujarnya
Kemudian, lanjut Sophia, prinsip tersebut merupakan hal yang sangat mendasar dalam sistem perlindungan internasional bagi pengungsi dan pencari suaka dan wajib dipenuhi oleh semua negara dalam hubungan internasional.
“Karena prinsip ‘nonrefoulement’ telah menjadi ketentuan kebiasaan hukum internasional yang telah diakui dan diterima oleh masyarakat internasional dan dipraktikkan oleh negara-negara,” katanya.
Sesuai dengan prinsip tersebut, kata dia, maka Indonesia melarang untuk mengusir atau mengembalikan seseorang ke negara asalnya jika kehidupan dan kebebasan mereka terancam.
Menurut dia, dalam hal menangani pengungsi Rohingya asal Myanmar, pemerintah daerah harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat bisa menampung pengungsi tersebut sementara dengan menerapkan standar operasi prosedur (SOP) yang tidak merugikan pihak mana pun.
“Pemerintah daerah bisa berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk melindungi pengungsi Rohingya dengan SOP, tetapkan berapa lama pengungsi bisa ditampung dan sebagainya. Apalagi, di Aceh sudah ada satgas penanganan pengungsi luar negeri,” katanya.
Namun, kata dia, beban pengungsi Rohingya tersebut tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah ataupun Pemerintah Indonesia melainkan perlu peran negara-negara ASEAN.
” Permasalahan pengungsi Rohingya seharusnya perlu dibicarakan langkah-langkah ke depan di tingkat regional ASEAN dan global (PBB),” Demikian Sophia.(ds/antara)