Tenis Meja-Lima Set untuk Lima Tahun
DINAMIKA SULTRA.COM, MEDAN – Sorot mata Sisca menyala. Menatap lawannya seperti elang melihat kelinci. Bola ping pong putih tertelan dalam genggaman tangan kirinya yang mengepal. Di tangan kanannya, bet berwarna hitam-merah digenggam dengan mantap.
Lalu Sisca memejam.
Ubud memang selalu menenangkan. Siapa yang bisa mendustai hamparan teras padi yang berundak-undak, beberapa pohon kelapa menjulang di antaranya, dan pohon tropis lain menjadi latar.
Hembus udara yang mengaliri rongga hidung kaya akan O2. Jauh dari bising buru-buru pengendara. Suara alam lebih mendominasi di sini. Serangga, gemericik air, bahkan tiupan lembut angin juga dapat dikenali.
Tenteram.
“Anggap musuhmu adalah orang kecil. Dan kamu… besar.”
Made Sisca Pratiwi membuka matanya.
Tatapannya kini lebih dari elang. Menuding pasangan di seberang meja hijau yang disekat oleh net pendek.
Pletok. Tak.
Serve yang dilakukan Sisca dikembalikan oleh Vita dari seberang meja.
Dengan sigap dan lekas, Komang menerjang ke depan, melalui sisi samping meja, memukul bola yang baru memantul di separuh meja dengan sangat keras. Amat keras. Sekeras-kerasnya. Yang membuat Affan hanya merespons dengan memukul angin.
Ekspresi kekecewaan tak bisa disembunyikan lagi di kedua wajah atlet asal Jawa Timur. Affan Mauludana Pratama dan Dwi Oktaviani Sugiarto yang selalu tenang dan nyaris tanpa ekspresi di sepanjang kompetisi ganda campuran tenis meja PON XXI Aceh-Sumatera Utara, kini berubah cemas.
Affan membelakangi meja pingpong. Berbicara dengan Vita perihal strategi, taktik, atau apapun itu yang bisa membawa kemenangan atas Jawa Timur. Cukup lama, cukup serius. Entah berapa kali wasit menegur pasangan Jatim untuk segera kembali memulai permainan.
Kini giliran Affan yang melakukan serve. Sebelum memulai, dia membisikkan sesuatu ke telinga Vita sebanyak dua kali, yang dijawab dengan anggukan oleh perempuan berambut kuncir pendek dengan sejumlah jepit warna-warni menghiasinya.
Affan menatap tajam ke bola pingpong di telapak tangan kiri, melempar bola ke atas, lalu memukulnya dengan sempurna ke arah lawan.
Komang Sugita mengembalikan bola serve dengan hati-hati, mengarah pada Vita yang juga berhasil mengembalikan dengan cermat.
Bola memantul tanggung. Santapan empuk bagi Sisca.
“Haah!”
Teriakkan Sisca bertalian dengan pukulan smesnya yang keras. Bola melaju cepat, menukik, namun tidak berhasil memantul di meja.
“Yeah!!”
Affan dan Vita kompak mengepalkan tangannya seraya berteriak keras. Melegakan mereka.
Di set kelima ini, skor imbang 2-2. Affan-Vita yang lebih dulu mengamankan poin pertama pada set penentuan, diimbangi oleh Komang dan Sisca 1-1. Lalu Komang-Sisca malah balik memimpin 2-1, yang kemudian kembali disamakan oleh pasangan Jatim 2-2.
Setiap poin begitu mahal pada set terakhir. Setelah empat set sebelumnya yang teramat melelahkan dengan rally dan smes keras.
Kedudukan imbang 2-2 dengan set pertama berakhir 15-13 untuk Jatim, Bali mengamankan dua set selanjutnya 11-6 dan 13-11, yang kemudian diimbangi lagi 11-6 oleh pasangan Jawa Timur. Dan ini adalah laga terakhir untuk menentukan siapa pasangan ganda campuran tenis meja terbaik Indonesia pada PON 2024.
Komang dan Sisca bertatapan sambil mengatur napas masing-masing. Mulut Komang mengucapkan sesuatu. Sisca mengangguk dengan kekecewaan yang bercampur keyakinan. Mereka bersiap lagi mengambil posisi.
Sisca kembali memejam.
Ketenangan adalah jaminan bagi siapapun yang berkunjung ke Ubud. Setidaknya bagi mereka yang benar-benar menyatakan diri ingin berhimpun dengan alam.
Termasuk Sisca, Komang, Tedja, Anik, Bayu, Devi, Ogik, dan Devinta.
Yang semuanya terpejam. Berdamai dengan apapun. Menyeleraskan diri mereka dengan kesahajaan bunga-bunga padi di sawah.
Menyesap aroma klorofil dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.
Rahayu.
“Sulit… bukan berarti… tidak mungkin.”
Menang 12-10. Kalah 9-11. Menang lagi 11-8. Hampir menang 10-7. Deuce 10-10. Deuce 11-11. Deuce 12-12. Kalah 12-14.
Kini kedudukan imbang 2-2 untuk Komang-Sisca dan Rizal-Aminah.
Set keempat yang harusnya bisa dibungkus kemenangan oleh Komang-Sisca malah menjadi milik Rizal Zulmi dan Siti Aminah dari Jawa Timur. Pertandingan terpaksa dilanjut pada set kelima.
Tiga pertandingan perempat final ganda campuran lainnya sudah selesai. Taufiq-Wida dari Jawa Barat sudah mengalahkan Benjamin-Tasya dari Jakarta 3-1. Pasangan senior Jawa Timur Ficky-Christine menang 3-0 atas Abdul Hair-Winda dari Kalimantan Timur. Dan Affan-Vita yang superior di dua laga ganda campuran sebelumnya juga sudah menang tiga set langsung, 3-0, dari wakil Jawa Tengah, Gusti-Indri.
Adzan ashar sudah terlewat jauh. GOR Angsapura di Kota Medan hampir sepi. Tinggal tersisa bunyi ping pong dari meja Komang-Sisca dan Rizal-Aminah, serta sorak sorai pendukung Bali dan Jawa Timur di pojok gelanggang.
Komang-Sisca kembali unggul 10-7 di set penentuan. Kemenangan kembali di depan mata. Terbayang sudah Bali yang akan meraih medali pertamanya, minimal perunggu, dalam sejarah penyelenggaraan PON cabang tenis meja.
Dalam tenis meja, siapapun yang meraih semifinal, setidaknya sudah memastikan naik podium. Karena tidak ada perebutan medali perunggu, melainkan juara tiga bersama.
Tapi bayangan medali itu sirna lagi setelah smes keras Komang meleset dari meja.
“YHOOO!!” “YHOOO!!” “YHOOO!!!”
Rizal berteriak sekeras-kerasnya. Tiga kali. Sambil mengepalkan tangan kiri sekuat-kuatnya. Begitu pun Aminah.
Skor kembali deuce 10-10.
Sisca terpaku dengan tegak melihat bola yang meleset, lantas tersenyum getir. Komang mengempaskan napas lewat mulut seraya menggembungkan kedua pipinya. Lalu dia menepuk punggung Sisca dengan bet sekali lalu mengangguk.
“Ini pertandingan hidup dan mati,” batin Komang.
Terbayang sudah perjuangannya sampai pada babak ini. Mereka selalu bermain lima set pada dua pertandingan sebelumnya, yang juga selalu diakhiri dengan kemenangan lewat drama deuce 10-10 saat melawan Rizon-Mira dari Jakarta, dan Fikri-Riri yang mewakili Kalimantan Timur.
Kini giliran Sisca melakukan serve.
Tok. Tak.
Bola mudah. Namun pengembalian dari Rizal langsung menyangkut di net.
Skor 11-10 untuk Bali.
Rizal serve.
Komang mengembalikan.
Aminah membalas.
Sisca smes!
Rizal mampu memulihkan dengan keras!
Komang memulangkan di posisi tak terduga.
Aminah kelimpungan.
Dan bola pengembalian Aminah menabrak net.
12-10.
Bali menang.
Sisca berlari sekencang-kencangnya. Memeluk Deddy Dacosta, sang pelatih, lalu menangis sejadi-jadinya.
Komang yang lebih dulu menyalami wasit dan pasangan Jatim, turut pula dalam keharuan bersama rekan-rekannya.
Kepala Komang tidak bisa tegak. Jatuh dalam tangisannya yang tak kunjung reda. Menangis seperti anak laki-laki.
Untuk pertama kali sepanjang sejarah PON, akhirnya Bali memastikan medali dari cabang tenis meja. Lewat Komang dan Sisca yang matanya sembap saat diwawancara oleh pewarta.
Skor 10-5 untuk Bali.
Poin Jawa Timur tertahan di angka 5 semenjak mereka mulai mendekati poin Bali yang saat itu masih di angka 6. Kemudian smes keras Sisca yang mengarah ke sisi meja tak bisa dikembalikan dengan sempurna oleh Affan sehingga membuat skor menjadi 7-5.
Semenjak itu, Vita melakukan tiga kali kesalahan berturut-turut yang membuat Affan kesal.
Kekesalan Affan ditumpahkan lewat dua kali smes terukur ke arah Komang. Yang pertama berhasil dikembalikan, namun yang kedua Komang kewalahan. Skor 10-6.
Smes keras Affan membuka asa bagi pasangan Jatim. Sebaliknya, tekanan kini berada pada Komang dan Sisca.
Mereka sudah pernah berada di posisi ini sebelumnya. Pada set keempat babak perempat final saat melawan pasangan Jatim lainnya, Rizal-Aminah.
Sisca mendongak ke langit-langit, menarik napas panjang, dan langsung menghembusnya kemudian.
Tanpa memejamkan mata, Sisca melakukan serve.
Affan memulangkan.
Komang smes keras!
Dan Vita tak mampu mengembalikan dengan bola yang melambung tinggi ke atas.
11-6.
Sejarah medali pertama bagi Bali di tenis meja PON terasa lebih manis dengan berkelir emas.
5 tahun
Lima pertandingan yang dilalui Komang dan Sisca di nomor ganda campuran hampir seluruhnya bermain dalam lima set, lantaran seluruh lawannya merupakan tim kuat. Pertandingan tersingkat Komang-Sisca hanya terjadi di babak semifinal dengan kemenangan 3-1 atas pasangan Jawa Barat, Taufiq-Wida. Sisanya selalu harus berjuang dengan kemenangan 3-2 penuh drama.
Kemenangan lima set yang mahal karena harus dibayar dengan perjuangan selama lima tahun. Bayar di muka.
Tim tenis meja Bali mempersiapkan PON 2024 sudah sejak tahun 2019. Kala itu mereka berlatih untuk PON 2020 di Papua, yang dimundurkan menjadi tahun 2021 karena pandemi Covid-19, namun tanpa mempertandingkan cabang olahraga tenis meja karena masalah dualisme kepengurusan organisasi.
Tidak patah arang. Mereka tetap melanjutkan latihan. Selama lima tahun.
Memang, Bali tidak menjalani latihan di luar negeri seperti tim Jakarta yang mengunjungi Thailand, Jawa Barat ke Singapura dan Malaysia, atau Jawa Timur ke China.
Mereka hanya berlatih di Denpasar dan Ubud. Selama lima tahun.
Bukan melulu teknik, tapi juga kebugaran fisik, dan mental. Atlet tenis meja Bali berlatih pagi dan sore setiap hari. Naik turun ribuan anak tangga. Berlatih mengejar ketertinggalan poin dalam pertandingan.
Latihan khusus yang mereka jalani adalah meditasi dan hypnotherapy. Sebagaimana Ubud mendunia sebagai jantung spiritual Bali.
Pada tempat itulah Komang, Sisca, dan enam atlet tenis meja lainnya menempa mental, menebalkan jiwa. Guna melengkapi latihan kekuatan raga selama lima tahun yang dibuktikan dalam lima set pertandingan tenis meja.(ds/antara)