IPM Sultra 2024 Meningkat di Semua Kabupaten/Kota

DINAMIKA SULTRA.COM, KENDARI – Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menunjukkan kemajuan signifikan pada 2024, tercermin dari meningkatnya IPM di seluruh kabupaten/kota.
“Peningkatan IPM ini ditopang oleh tiga dimensi utama yakni kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak,” kata Statistisi Ahli Madya BPS Sultra Nike Rosa Wulandari saat di hubungi di Kendari, Minggu.
Ia menjelaskan, pada dimensi kesehatan, umur harapan hidup saat lahir (UHH) naik menjadi 71,88 tahun, meningkat 0,09 tahun dibandingkan 2023.
Dimensi pendidikan juga mengalami kemajuan, dengan Harapan Lama Sekolah (HLS) mencapai 13,71 tahun (naik 0,01 tahun), dan Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) naik 0,11 tahun menjadi 9,42 tahun.
Sementara itu, dimensi standar hidup layak yang diukur melalui pengeluaran riil per kapita per tahun mencatat kenaikan signifikan.
Rata-rata pengeluaran riil masyarakat Sultra mencapai Rp10,60 juta, meningkat Rp489 ribu atau 4,83 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Secara keseluruhan, IPM Sultra tumbuh rata-rata 0,69 persen per tahun selama 2020-2024, dengan capaian 73,62 pada 2024, naik dari 72,90 di 2023.
Kota Kendari mencatat IPM tertinggi di Sultra, yakni 85,97, satu-satunya wilayah dengan status “sangat tinggi” (80). Meski peningkatannya hanya 0,54 persen, kualitas hidup di ibu kota provinsi ini tetap unggul.
Kabupaten Buton Tengah menjadi daerah dengan IPM terendah, yaitu 67,58. Namun, rendahnya IPM tidak selalu mencerminkan buruknya semua indikator. Misalnya, meski Buton Selatan memiliki IPM rendah, indikator pendidikan di sana lebih baik dibanding beberapa daerah lain.
Menurut Nike Rosa Wulandari, IPM dipengaruhi tiga faktor utama: umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak.
Daerah perkotaan seperti Kendari unggul karena akses pendidikan, fasilitas kesehatan, dan infrastruktur ekonomi yang lebih baik.
Sebaliknya, daerah perdesaan atau kabupaten baru seperti Buton Tengah menghadapi tantangan dalam pengelolaan sumber daya, keterbatasan infrastruktur, serta dukungan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang minim.
“Salah satu tantangannya adalah keterbatasan fasilitas pendidikan di kabupaten, seperti jumlah kampus dan sekolah yang tidak sebanyak di perkotaan. Dukungan dana pendidikan dari pemerintah juga berperan besar,” jelas Nike.
Pemerintah daerah di wilayah dengan IPM rendah diharapkan fokus meningkatkan akses dan kualitas pendidikan serta fasilitas kesehatan. Perbaikan infrastruktur, dukungan ekonomi lokal, dan pemerataan layanan publik menjadi kunci untuk mendorong kualitas hidup yang lebih baik.
IPM juga menjadi indikator penting dalam perencanaan pembangunan daerah. Dengan data ini, pemerintah dapat memetakan prioritas pembangunan dan mengidentifikasi area yang membutuhkan perhatian lebih.
Ke depan, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah sangat dibutuhkan untuk memastikan pertumbuhan IPM yang merata di seluruh Sultra.(ds/ono)