Aktivis-Tokoh Agama Desak Kapolri Bongkar Sindikat Prostitusi Anak

Sejumlah aktivitis perempuan dan anak serta tokoh agama berunjuk rasa secara damai di Polda NTT. (ds/ANTARA/Kornelis Kaha)

DINAMIKA SULTRA.COM, KUPANG – Sejumlah aktivis perempuan dan anak serta tokoh agama di Kota Kupang , Nusa Tenggara Timur mendesak Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo untuk membongkar sindikat prostitusi anak di Ibu Kota Provinsi NTT itu, pascaterungkapnya kasus pencabulan yang dilakukan oleh eks Kapolres Ngada.

“Kami menuntut Kapolri untuk membongkar sindikat prostitusi anak di Kota Kupang dan NTT serta menyebutkan secara eksplisit sanksi untuk anggota Polri yang terlibat dalam prostitusi dan pornografi anak,” kata Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Merry Kolimon di Mapolda NTT, Jumat.

Hal ini disampaikannya usai berunjuk rasa secara damai bersama dengan sejumlah aktivis perempuan dan organisasi kemahasiswaan dan masyarakat di Kota Kupang.

Pihaknya melihat adanya jaringan pedofil secara global berdasarkan laporan yang diterima oleh mereka dari penyidik Polda NTT.

Disamping itu juga ujar dia dalam tuntutan mereka, mereka juga meminta Polri wajib menghadirkan perspektif dan pemahaman hak perlindungan anak sebagai prasyarat, sebagai pendidikan, pembinaan ataupun promosi jabatan di institusi Kepolisian.

Selain itu juga melakukan tes psikologi secara berkala kepada seluruh anggota Polri serta Polri perlu melakukan investigasi internal dan independen untuk melacak keterlibatan aparat penegak hukum yang ikut terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kejahatan prostitusi anak dan pornografi anak.

Mereka juga menuntut Polri melakukan proses hukum yang transparan dan adil atas kasus dengan tersangka AKBP Fajar.

“Bagi kami, kekerasan seksual yang dilakukan oleh yang bersangkutan harus dilihat sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime), terutama dilakukan oleh aparat penegak hukum,” ujar dia.

Menurut mereka pelaku harus dihukum seberat-beratnya dengan pasal berlapis tanpa impunitas, termasuk membuka opsi untuk diberikan hukuman tambahan berupa kebiri kimia sebagaimana yang diatur dalam UU no. 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang merupakan perubahan dari Perpu no. 1 tahun 2016.

Tuntutan lainnya mereka meminta Kapolri dan jajarannya untuk meminta maaf secara kelembagaan kepada masyarakat NTT, walaupun sudah ada permintaan maaf kepada keluarga korban.

Kemudian Polri juga ujar dia harus membuka ulang kasus A, ‘kasus bunuh diri anak’ korban pemerkosaan yang dipetieskan oleh AKBP Fajar semasa ia menjadi Kapolres Sumba Timur.

Selain itu juga mendesak agar aplikasi Michat dan aplikasi sejenis harus dilarang di Indonesia karena terbukti menjadi medium utama penjualan orang terutama anak-anak perempuan dan akses pedofilia.

Selain itu juga, menuntut Kapolri dan lembaga Polri memastikan agar seluruh korban, baik anak dan remaja dari AKBP Fajar mendapatkan restitusi, mulai dari jaminan hidup dan beasiswa hingga perguruan tinggi serta jaminan pendampingan psikologi hingga mereka dewasa.

“Polri harus mengusut secara transparan jaringan perdagangan narkoba di NTT, termasuk yang dipakai AKPB Fajar,” tegas dia.

Mereka juga menuntun agar Polri, TNI, dan Komdigi perlu bekerja keras memerangi cybercrime di Indonesia, database pelaku kekerasan seksual perlu dibuat terbuka dan bisa diakses publik,

Kemudian juga Gubernur NTT dan jajaran perlu menjadikan program pencegahan kekerasan seksual pada anak sebagai program prioritas di NTT, menyediakan fasilitas Rumah Aman dan tenaga profesional yang cukup di seluruh kota/kabupaten di NTT, menyatakan bahwa materi pendidikan dan sosialisasi kekerasan seksual pada anak wajib diberikan kepada seluruh perangkat daerah dan tokoh masyarakat.

“Maraknya prostisusi remaja dan banalitas sex child trafficking di Kupang harus menjadi tanggungjawab bersama untuk diselesaikan,” ujar dia.

Sementara itu Ketua Lembata Perlindungan Anak (LPA) NTT juga mengatakan selain menuntut hukuman maksimal bagi pelaku, yang paling utama adalah upaya perlindungan bagi para korban.

“Kami juga usulkan agar diterapkan juga UU TPKS dan UU ITE. . Nah kami menyarankan undang-undang perlindungan anak, karena terdapat predator anak dan pelakunya adalah kategorinya adalah predator seksual anak dan mendapatkan hukuman yang maksimal,” ujar dia.

Selain itu juga dia menilai adanya tindakan pidana perdagangan orang (TPPO) karena itu pihaknya juga mengusulkan agar penerapan pasal tidak saja pada UU TPKS tetapi juga harus berlapis dengan UU lainnya.(ds/antara)

Baca Juga !
Tinggalkan komentar