Balai Gakkum Sulawesi Tegaskan Larangan Perambahan Hutan Tanpa IPPKH

DINAMIKA SULTRA.COM, KENDARI – Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Sulawesi menegaskan larangan untuk aktivitas perambahan atau pembalakan liar hutan tanpa mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang dapat masuk pelanggaran pidana.
Kepala Balai Gakkum Sulawesi Ali Bahri saat dihubungi di Kendari, Jumat, mengatakan bahwa pihaknya selalu mengimbau perusahaan yang mengantongi IPPKH untuk ikut mengamankan wilayah hutan dari aksi pembalakan liar.
Ia menyampaikan jika saat ini aksi perambahan hutan berstatus IPPKH di berbagai daerah oleh masyarakat atau perorangan yang tak mengantongi izin, termasuk di Luwu Timur, ikut disoroti Gakkum Sulawesi, karena termasuk pelanggaran pidana.
“Adapun di wilayah kehutanan yang dikuasai oleh perusahaan yang mengantongi izin PPKH, diminta untuk dijaga oleh perusahaan tersebut,” kata Ali Bahri.
Ia menyebutkan hal itu lantaran pembalakan liar menjadi satu dari penyebab kerusakan lingkungan, dan turut memicu bencana akhir-akhir ini, seperti di Bulukumba, Sinjai dan Bantaeng baru-baru ini.
Sementara aksi pembalakan liar di kawasan hutan berstatus IPPKH PT Vale Indonesia di Luwu Timur, juga baru-baru ini ramai melalui tayangan video viral. Masyarakat diduga memotong pohon, untuk membuka lahan merica.
“Aktifitas perambahan hutan maupun pembalakan liar tidak terkecuali menjadi salah satu faktor selain tingginya curah hujan di seluruh wilayah saat ini. Kami turut berduka cita atas bencana banjir yang baru-baru ini terjadi di beberapa daerah di Provinsi Sulawesi Selatan,” ujarnya.
Ali Bahri mengungkapkan beberapa kasus pembalakan liar di berbagai daerah, telah tuntas ditindak oleh Balai Gakkum Sulawesi dan diserahkan ke kepolisian dan kejaksaan.
Pada tahun 2025 ini, Gakkum Sulawesi sudah menyelesaikan hingga proses P21 (diserahkan ke kejaksaan/kepolisian) sebanyak tiga kasus, yakni di Gorontalo dan Sulawesi Tengah, serta ada delapan kasus tindak pidana kehutanan yang masih dalam proses penyidikan.
Dia menjelaskan bahwa Gakkum juga menyoroti perambahan hutan yang dilakukan masyarakat ataupun pihak lain yang tidak memiliki izin melakukan pembalakan liar di kawasan hutan berstatus PPKH atau hutan yang konsensinya dipegang perusahaan.
Menurutnya, hutan berstatus PPKH adalah tanggung jawab pemilik izin usaha atau perusahaan tersebut, namun jika langkah-langkah pengamanan kawasan atau konsesi yang sudah dilakukan oleh perusahaan diabaikan oleh pelaku, agar segera diadukan ke aparat Hukum, dalam hal ini Gakkum Kehutanan.
“Jadi, artinya perusahaan berkewajiban melakukan langkah pengamanan mandiri sebelum mengadukan ke penegak hukum,” ungkapnya.
Ali Bahri juga menuturkan jika ada perusahaan atau perorangan yang melakukan penambangan atau perambahan kawasan hutan di dalam konsesi IUP tapi di luar area PPKH mereka, maka Balai Gakkum tidak segan-segan akan melakukan penindakan hukum.
“Kita akan melakukan pengawasan hingga penindakan terhadap perusahaan yang melakukan kegiatan eksploitasi di luar areal kerja PPKH yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan,” jelas Ali Bahri.
Ia menambahkan adapun tindakan hukum bagi perusak hutan dapat dikenakan sanksi administratif, perdata, hingga ke pidana. Bagi perseorangan, sanksi pidana dijatuhkan sesuai pasal dalam Undang-Undang Kehutanan dan UU Cipta Kerja.
Di antaranya Pasal 78 ayat (2) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf a UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang telah diperbarui melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
“Bagi perusahaan pemegang IUP, pelanggaran bisa dikenai sanksi administrasi hingga pidana. Sedangkan untuk perorangan, ancaman pidananya juga tegas,” sebutnya.
Ia juga mengajak seluruh masyarakat agar berperan aktif dalam pengawasan dan pencegahan perusakan hutan. Mereka diminta untuk melapor jika menemukan aktivitas ilegal di sekitar kawasan hutan.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Kami butuh dukungan masyarakat dalam menjaga kawasan hutan agar tetap lestari,” tambah Ali Bahri.(ds/ono)