DINAMIKASULTRA.COM, BAUBAU – Masjid Agung Keraton Buton Kota Baubau atau Masjid yang memiliki nama lain Masjid Tahqiq adalah salah satu Masjid tertua di wilayah jazirah Kesultanan Buton, yang setiap tahunnya juga digunakan sebagai tempat pelaksanakan shalat Idul Fitri.
Pantauan media ini pada pelaksanaan Shalat Idul FItri 1443 Hijriah tahun ini yang jatuh pada, Senin, (2/5/2022), jumlah jamaah lebih banyak jika dibandingkan dengan pelaksanaan shalat Idul Fitri sebelumnya. Karena adanya kebijakan pemerintah yang membolehkan warga yang ada dirantau untuk mudik lebaran di kampung halaman.
Hal itu juga ikut dibenarkan Drs. H. L.M. Kariu, selaku Lakina Agama Keraton Buton yang menyebutkan bahwa Idul Fitri tahun ini berbeda dengan Idul Fitri sebelumnya, jumlah jamaahnya lebih sedikit karena adanya Covid-19 yang melanda hampir semua belahan dunia..
Betindak sebagai imam salat oleh Drs. La Ode Mursal Zubair, dan La Ode Muhammad Syahrir S.Pd sebagai Khatib yang mengangkat tema : “Ma’ana Tey Hakekatina Tambuli yi Fitaraata” yang berarti “Makna dan Hakekat Kembalinya Kita Pada Fitrahnya” .
Lakina Agama mengatakan pelaksanaan shalat Idul Fitri 1 Syawal merupakan suatu rangkaian dari kegiatan penghambaan kita, mulai dari shalat dan puasa di bulan suci Ramadan secara keseluruhan.
LM. Kariu lebih banyak membahas tentang makna dari rangkaian shalat tarwih yang dilaksanakan pada bulan suci Ramadhan, dimana ada diantara malam-malam lainnya pelaksanaan tarawih dilakukan pada saat tengah malam pukul 24.00 WITA.
Pada pelaksanaan shalat tarawih pada malam pertama Ramadhan dilakukan sebanyak 20 rakaat, terdiri dari 10 kali salam, pada setiap 2 rakat mengucap salam. Ditambah dengan 3 rakaat shalat Witir dengan dua kali salam, pada rakaat kedua mengucap salam dilanjutkan dengan rakaat ketiga dan mengucapkan salam penutup.
Suatu hal yang unik ditempat ini yang tidak ditemukan di daerah lain, shalat isya secara berjamaah pun dilakukan nanti tengah malam pada pukul 24.00 (wita), bersambung dengan shalat tarwih dan witir.
Hal semacam itu dilakukan sebanyak tiga kali selama bulan suci ramadan, yaitu pada malam 1 Ramadhan , malam ke 16 dan malam 27 Ramadhan. Sementara pada malam-malam berikutnya berlaku umum yaitu salat isya berjamaah dilanjutkan dengan shalat tarwih dan witir, hanya saja di masjid Keraton Buton tidak ada kegiatan ceramah seperti halnya di Masjid umum lainnya, setelah shalat isya diisi dengan ceramah lalu dilanjutkan dengan shalat tarwih dan witir.
Pemahaman shalat isya yang terdiri dari 1 kali salam, 10 kali salam shalat tarwih dan 2 kali salam shalat witir dengan jumlah total salam secara kesuluruhan berjumlah 13 kali salam pada malam pertama ditambah dengan 1 kali salam pada saat sholat isha, 4 kali salam pada salat tarwih dan 2 kali shalat witir sampai dengan memasuki malam ke 15, jumlah total salam telah mencapai jumlah 111 salam. Yang artinya pada unsur kejadian manusia, nampak 4 unsur pemberian dari Ibu disebut Zuriat Adam, yakni kulit, daging, sel-sel darah putih, dan urat-urat (Q.S Al-Mukminun: 12-14).
Memasuki malam ke 16, atau yang biasa disebut dengan tahap kedua Ramadhan pada saat itu Allah SWT meniupkan Ruh-Nya kepada janin dalam kandungan ibunya (Q.S As-Sajadah: 9). Pada malam ke-16, malam Qunut pelaksanaan shalat tarawih sebanyak 20 rakaat dengan 10 salam, 3 rakaat witir dengan 2 salam ditambah 4 rakaat shalat Isya dengan 1 salam, semua berjumlah 13 salam, yang dimulai tepat pukul 24.00 WITA dan pukul 03.00 WITA sahur bersama di Masjid Agung Keraton Buton.
Pada malam itu diyakini terdapat 5 unsur pemberian dari Allah SWT kepada manusia, yakni pendengaran, penciuman, penglihatan, rasa, dan nyawa. Pada malam Qunut 16 Ramadhan perjalanan haqiqi manusia sudah masuk di alam Mitsal.
Memasuki malam ke-26 pelaksanaan tarwih telah menyelesaikan prosesi tarawih selama 26 malam terdapat 207 salam.
Pelaksanaan shalat tarawih pada malam Qadir 27 Ramadhan sebanyak 20 rakaat dengan 10 salam, 3 rakaat witir dengan 2 salam ditambah 4 rakaat shalat Isya dengan 1 salam, semua berjumlah 13 salam, yang juga dimulai tepat pukul 24.00 WITA dan pukul 03.00 WITA sahur bersama.
Pada malam Qadir 27 Ramadhan, melengkapi penyempurnaan perjalanan haqiqi proses kejadian manusia yang nampak adalah 4 unsur pemberian dari Bapak, yakni gigi, tulang, kuku, dan rambut-rambut. Saat ini manusia sudah memasuki alam Ajsam.
Di akhir Ramadhan manusia sudah terbentuk menjadi manusia sempurna. Manusia sudah masuk dalam alam Insan, namun belum lahir (Q.S Al-A’raf: 172).
Terakhir 1 Syawal seluruh umat Islam merayakan hari raya Idul Fitri, prosesi perjalanan hakiki manusia lahir ke dunia dalam keadaan suci Fitrah.
Lanjut Lakina Agama hal ini sesuai dengan isi khutbah yang dibawakan oleh Khatib Masjid Agung Keraton Buton L.M. Syahrir, S.Pd dengan tema “Ma’ana Tey Hakeekatina Tambuli Yi Fitaraata” yang artinya “Makna dan Hakekat Kembali pada Fitrah”. Dalam khutbahnya Syahrir menyampaikan bahwa setelah sebulan penuh kita puasa, akhirnya kita telah tiba pada hari kemenangan, dimana kita merayakan Idul Fitri, kemenangan dalam memerangi hawa nafsu selama bulan Ramadan dan kita kembali fitrah.
Selajutnya Syahrir dalam Khutbahnya mengatakan diri manusia terdiri dari 3 komponen utama, yaitu:
1. Jasad, merupakan material yang bahan dasarnya merupakan gabungan zat-zat organik yang diambil dari saripati tanah, dimana melalui proses penciptaan yang luar biasa, hingga menghasilkan mahluk dengan bentuk yang sempurna, sebagaimana disebutkan dalam Al Qu’an Surah Al Mukminun ayat 12-14, yang artinya Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah, kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (Rahim), kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah.
Lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia mahluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.
2. Ruh, sehubungan dengan keberadaan Ruh ini dalam Al Qur’an Surah As-Sajadah ayat 9, yang artinya Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya Ruh-Nya dan Dia menjadikan baginya pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) sedikit sekali bersyukur.
3. Jiwa atau Nafs, mengalami perkembangan seiring terbentuknya kedewasaan pada diri seseorang, dan sangat rentan dengan pengaruh-pengaruh yang diterima dari lingkunan hidupnya. Kepada jiwa inilah Allah meminta penyaksian atas-Nya sebelum manusia dilahirkan di muka bumi, sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surah Al-A’raf, ayat 172, yang artinya Dan (ingatlah), ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”, mereka menjawab: “Betul (Engaku Tuhan kami), kami menjadi saksi”.
Inilah yang menjadi karakter penciptaan atau fitrah dari mahluk yang bernama manusia, dimana semua manusia lahir dengan membawa pengakuan atau persaksian akan kebesaran dan keesaan Allah SWT.
Untuk menjaga karakter kehambaan yang diikrarkan pada alam Rahim tersebut, Allah SWT memerintahkan manusia setelah ia lahir, agar mengikuti agama yang lurus, yaitu Al-Islam sebagai fitrah kehambaannya. Sehingga Ramadhan merupakan momentum yang sangat efektif untuk mengokohkan keimanan dan mengembalikan seseorang pada fitrahnya.
Alasan setelah melaksanakan puasa Ramadhan kepada setiap umat islam diwajibkan membayar zakat fitrah, karena zakat memiliki hubungan erat, yang saling mempengaruhi antara Ruh dan Jiwa. Sebagaimana ajaran para leluhur yang salih di Tanah Butuuni tentang hakikat puasa dan zakat.
Bahwa: “O sahadha yitu ibadhatina ‘dela, O sambahea ibadhatina Badha, Poasaa yitu ibadhatina inyawa, O zakati yitu ibadhatina nawusu”. Bahwa puasa itu adalah peribadatan dari Ruh kita, dan zakat itu adalah ibadahnya Jiwa. ini mengandung pengertian, jika puasa bertujuan memaksimalkan pengaruh Ruhiyah kepada diri kita dengan mengusahakan agar sifat-sifat ke-Ilahian menjadi dominan dalam kehidupan kita, sehingga setiap saat kita menyadari ke-hambaan kita, namun hal ini belum cukup untuk menjamin kita kembali pada fitrah kita yang sempuna, karena masih ada komponen lain yang belum diberdayakan, yaitu Jiwa atau Nafs.
Karena kita tidak dapat kembali kepada fitrah kita secara kaffah apabila jiwa atau nafs masih memiliki kecenderungan untuk menyesatkan. Maka dengan zakat inilah jiwa atau nafs ditempa untuk berubah bentuk dari bentuk Nafsu ‘Amarah bissu’I yang cenderung pada kemungkaran dan kesesatan, karena senantiasa mengikuti bujukan setan laknatullah menjadi nafsu Muthma’innah, yaitu nafsu yang tenang.
Karena hanya nafsu Muthma’innah yang merasakan penderitaan orang lain, mengenyampingkan keserakahan diri, dan ber-empati dengan langsung memberikan bantuan kepada saudaranya yang membutuhkan, sebagai wujud kepedulian yang besar terhadap sesama saudara seiman.
Sebagaimana ungkapan yang biasa diucapkan oleh para orang tua di klangan Buton Keraton: “Ande yinda ta palimba zakati pa’da poasaa fahalana poasata yinda akawa yi Allahu Taala”. Maksudnya adalah “Puasa tanpa zakat, tidak akan dapat membawa kita kembali kepada fitrah kita secara sempurna”.(ds/bdn)