KPwBI Sultra Menggelar Pasar Murah Untuk Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan

Kepala Bank Indonesia Sulawesi Tenggara Doni Septafijaya (kedua kiri) saat meninjau pasar pangan murah yang dilaksanakan pihaknya di pelataran Tugu Religi MTQ Kota Kendari, selama dua hari mulai 22 sampai 23 Agustus 2022 dan diikuti sebanyak 12 kelompok tani yang berasal dari berbagai daerah di Sultra, Senin (22/8/2022)

 

DINAMIKASULTRA.COM, KENDARI – Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Sulawesi Tenggara menggelar pasar murah dengan berbagai komoditas pangan sebagai upaya menjaga ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga pangan sehingga bisa mengendalikan inflasi khususnya di Kota Kendari.

Kepala BI Sultra Doni Septadijaya di Kendari, Senin mengatakan pasar murah yang digelar di pelataran Tugu Religi MTQ Kota Kendari dilaksanakan selama dua hari mulai 22 sampai 23 Agustus 2022 dan diikuti sebanyak 12 kelompok tani yang berasal dari berbagai daerah di Sultra.

“Ini adalah pasar murah kita lakukan untuk mengantisipasi kenaikan harga-harga komoditas terutama komoditas pangan. Komoditas pangan ini sumber gejolak beberapa bulan terakhir termasuk di Kota Kendari dan Sulawesi Tenggara pada umumnya,” katanya.

Masyarakat bisa mendapatkan berbagai kebutuhan pangan di pasar murah ini di antaranya beras, cabai, bawang merah, bawang putih, gula pasir, telur ayam ras, minyak goreng, tepung terigu, gula pasir dan lainnya.

Harga yang ditawarkan di pasar murah ini pun di bawah harga pasar saat ini. Misalnya, harga telur dijual Rp55 ribu per rak, beras Rp48 ribu per lima kilogram, minyak goreng Rp17 ribu per liter, gula pasir Rp13.500 per kilogram, bawang putih Rp28 ribu per kilogram, bawang merah Rp 40 ribu per kilogram, cabe besar Rp40 ribu per kilogram.

Dia menyebut, pihaknya menggelar pasar murah agar harga-harga yang tadinya lumayan tinggi di pasar bisa turun, serta membangun optimisme bahwa ketersediaan pasokan masih ada karena banyak komoditas pangan dari para petani yang bisa dipasarkan terutama di Kota Kendari.

 

 

 

Ia menjelaskan, pasar murah beragam bahan pokok karena sebagai sumber pengeluaran rumah tangga paling besar 40 sampai 60 persen, dimana pendapatan yang didapat itu digunakan hanya untuk membeli bahan pokok.

“Ini yang kita mau agar spending-nya bukan hanya bahan pokok, supaya lebih banyak juga untuk pendidikan dan rekreasi,” ujar dia.

Doni menambahkan, bahan pokok mengalami fluktuatif di Sulawesi Tenggara karena pasokan lebih banyak bergantung dari luar daerah terutama di Provinsi Sulawesi Selatan.

“Kalau Sulawesi Selatan ternyata pasokannya sedikit ternyata kebutuhan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Sulawesi Selatan sendiri akhirnya kan harganya naik. Misalnya untuk bawang, cabai merah itu harganya di Sulawesi Selatan Rp50.000, di kita sudah bisa menjadi Rp60.000 sampai Rp70.000, itu dampaknya,” kata Doni.
Bank Indonesia menyebut, kontribusi cabe terhadap inflasi di Sulawesi Tenggara mencapai di angka 0,14 persen sehingga perlu ditekan salah satunya dengan gerakan menanam cabe di pekarangan rumah.

Di momen pasar murah tersebut, Bank Indonesia bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara meluncurkan Program “Tabe Di” yaitu gerakan tanam cabai dengan memanfaatkan pekarangan rumah sebagai upaya pengendalian inflasi.(ds/sgn)

#kendari#sulawesitenggara
Comments (0)
Add Comment