Oleh : Dr. Rahmanuddin Tomalili, SH.,MH
Dosen Fakultas Hukum Universitas Lakidende
Oleh : Dr. Rahmanuddin Tomalili, SH.,MH (Dosen Fakultas Hukum Universitas Lakidende)
Keberadaan internet menjadi kunci suskses dalam pelaksanaan Pemilu. Namun, keberadaan internet juga dapat dijadikan sebagai alat kampanye hitam (black campaign) jika tidak digunakan secara cerdas bertanggungjawab. Sebab tak dapat dipungkiri kemudahan teknologi dalam mengakses media sosial menjadi primadona pada berbagai kalangan.
Sehingga media internet dan media sosial lainnya dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang yang tadinya jernih menjadi bimbang, dan lebih parahnya lagi ikut-ikutan melakukan kampanye hitam (black campaign) melalui media sosial yang dia miliki.
Karena itu pemanfaatan media sosial harus dikelola dengan baik, jika tidak, maka dapat dijadikan sebagai alat kejahatan baru. Perpindahan cara berpikir ini dapat dilihat juga pada saat pelaksanaan pemilu, sebelumnya.
Kampanye hitam (black campaign) sebelum adanya media sosial dilakukan dengan membagi atau menyebarkan informasi melalui brosur, pamflet, artikel, spanduk, dan lain-lain berisi berita bohong, fitnah, dan/atau informasi negatif yang ditujukan terhadap satu pasangan tertentu.
Penyebaran itu bisa dilakukan oleh siapa saja, baik itu oknum tim kampanye yang sudah terdaftar maupun oknum simpatisan yang bukan sebagai tim kampanye terdaftar. Adanya kemudahan teknologi menyebabkan penyebaran kampanye hitam (black campaign) lebih massif dilakukan, karena dengan satu buah peralatan komputer atau smartphone bisa menyebarkan isi kampanye hitam (black campaign) ke seluruh dunia melalui internet dan sangat cepat bisa hanya dalam hitungan detik.
Penyebaran isi kampanye hitam (black campaign) melalui media sosial dikatakan lebih masif, karena dengan menyebarkan ulang (re-share) atau copy-paste sebuah link atau berita pada media sosial, maka berita itu akan tersebar dalam hitungan detik. Hal ini yang dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan sehingga opini dapat terbentuk dan bisah mengubah pola piker masyarakat.
Selain itu, banyak kampanye hitam (black campaign) dilakukan dengan membuat iklan yang justru isinya menipu. Iklan kampanye menipu cenderung menyesatkan, dan mendistorsi kebenaran tentang calon lawan dan tidak ada cara yang lebih baik untuk membuktikannya karena tujuan iklan ini memang menipu dan mendistorsi kebenaran lawan politik. Kampanye hitam (black campaign) sudah menjadi tren sejak pelaksanaan kampanye pemilu di beberapa kali pelaksanaan pemilu.
Pemilihan Umum (Pemilu) pada Tahun 2024 kedepan merupakan Pemilu yang yang dilaksanakan secara serentak diseluruh Indonesia, untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) dengan Pemilu Legislatif (Pileg), dan Pemilu Anggota DPD. Pelaksanaannya cukup menjadi perhatian masyarakat salah satu di antaranya yang cukup menyita perhatian kita dalam pelaksanaan Pemilu 2024, yaitu beredarnya kabar bohong (hoaks). seperti media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan lainlain) atau aplikasi pengirim pesan (Whatsapp, messenger, dan lain-lain).
Permasalahan untuk saat ini sebelum pelaksanaan Pemilu 2024 kedepan juga ditambah sudah mulai beredarnya kampanye hitam (black campaign) yang ditunjukkan untuk menjatuhkan pihak lawan. Kampanye hitam (black Campaign) dilakukan melalui media konvensional seperti selebaran kertas, poster, spanduk, dan lain-lain secara massif dan media internet yaitu media sosial.
Kita ketahui bersama bahwa Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU No 7 Tahun 2017) menyatakan bahwa kampanye Pemilu adalah kegiatan perserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta Pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri peserta Pemilu.
Proses pelaksanaan kampanye yang dilakukan oleh peserta Pemilu diatur dalam BAB VII tentang Kampanye Pemilu dari Pasal 267 sampai dengan Pasal 339 UU No. 7 Tahun 2017. Salah satu aturannya berisi tentang larangan atau batasan dalam kampanye, sebagaimana diatur dalam Pasal 280 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017, yaitu mengenai larangan menghina seorang peserta lain berdasarkan Suku, Agama, Ras, dan Golongan (SARA).
Apabila ketentuan tersebut dilanggar, maka sanksi pidana akan diberikan. Sehubungan dengan Kampanye hitam (black campaign) saat ini belum diatur secara jelas dan tegas dalam UU No. 7 Tahun 2017.
Menurut penulis bahwa tidak terdapat suatu pengertian secara khusus yang mengatur atau mendefinisikan mengenai black campaign, walaupun secara tersirat, penegakan hukum kampanye hitam (black campaign) dapat ditafsirkan secara luas (extensive legal interpretation) dari Pasal 12 huruf c UU No. 7 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa KPU menyusun Peraturan KPU untuk setiap tahap Pemilu yang salah satu norma di dalamnya, yaitu tentang larangan kampanye hitam (black campaign).
Selain itu, Pasal 12 huruf l juga mengatakan bahwa KPU dapat melaksanakan tugas lain dalam Penyelenggaraan Pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Yang salah satunya mengenai penafsiran terhadap ketentuan-ketentuan hukum dari peraturan perundang-undangan yang dimaksud untuk mencari landasan bagi larangan kampanye hitam (black campaign). Istilah kampanye hitam (black campaign) digunakan di Indonesia untuk menyebut kegiatan yang dikenal sebagai kampanye negatif (negative campaign) dalam rangka untuk menjatuhkan lawan politik.
Adapun yang termasuk dalam kegiatan kampanye negative (negative campaign) menurut UU No. 7 Tahun 2017 berkaitan dengan pelanggaran kode etik penyelenggaraan Pemilu, pelanggaran Administrasi Pemilu, sengketa Pemilu, dan tindak pidana pemilu. kampanye hitam (black campaign) bersifat kepada penghinaan dan menyebarkan berita bohong, fitnah, atau ditujukan untuk menjatuhkan terhadap kandidat tertentu.
Dengan demikian untuk melahirkan pemilu cerdas dan hasil Pemilu yang berkualitas tidak bisa hanya menyerahkan sepenuhnya kepada para penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawasu tetapi lebih dari itu, tertip Pemilu harus lahir dari jiwa masyarakat Indonesia secara keseluruhan, jika ingin melahirkan pemimpin negeri yang berkualitas.
Penjabaran Tertip Pemilu yang saya maksudkan disini adalah, mampu mengontrol diri sendiri untuk tidak melakukan kejahatan Pemilu dan sekaligus ikut serta dalam melakukan pengawasan terhadap proses pelaksanaan Pemilu, dengan cara melaporkan kepada penyelenggara Pemilu jika menemukan adanya pelanggaran kepemiluan***