
DINAMIKA SULTRA.COM, JAKARTA – Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno mengatakan bahwa dirinya akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai wakil menteri yang merangkap jabatan.
“Kan ini putusan MK. Ya kita ikut MK aja,” kata Havas dalam wawancara singkat setelah acara Kantor Komunikasi Kepresidenan “Double Check: Buah Muhibbah Presiden Prabowo dari Dunia Internasional” di Jakarta, Sabtu.
Tanggapan itu muncul saat Wamenlu RI itu ditanya mengenai wakil menteri yang merangkap jabatan sebagai komisaris.
Havas pun menegaskan bahwa hal tersebut merupakan masalah hukum, menyatakan lagi bahwa dirinya akan mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.
“Kalau MK mengatakan nggak boleh rangkap, ya…gimana lagi? Sesuai law and regulation, kan?” ujar Havas.
Diketahui bahwa ada 30 wakil menteri yang merangkap menjabat sebagai komisaris di BUMN dan anak usaha BUMN, salah satunya Wamenlu RI Arif Havas Oegroseno sebagai Komisaris PT Pertamina International Shipping (PIS).
Sebelumnya, diketahui bahwa Juhaidy Rizaldy Roringkon yang mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara di Mahkamah Konstitusi meminta agar wamen dilarang merangkap jabatan.
Dalam permohonannya, Juhaidy mengutip pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang menegaskan bahwa wakil menteri semestinya dilarang merangkap jabatan, seperti layaknya menteri.
Pada pertimbangan hukum putusan nomor 80 itu, Mahkamah menyatakan pengangkatan dan pemberhentian wakil menteri merupakan hak prerogatif Presiden sebagaimana halnya pengangkatan dan pemberhentian menteri.
Oleh sebab itu, menurut MK, wakil menteri harus ditempatkan statusnya seperti menteri sehingga seluruh larangan rangkap jabatan yang diatur dalam Pasal 23 UU Kementerian Negara berlaku pula bagi wakil menteri.
Namun, ketika itu, MK memutuskan permohonan nomor 80 tidak dapat diterima karena para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.
Pada Kamis (17/7), Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak dapat menerima permohonan uji materi mengenai larangan wakil menteri merangkap jabatan sebab pemohon, yakni Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies Juhaidy Rizaldy Roringkon, meninggal dunia.
“Menyatakan permohonan pemohon Nomor 21/PUU-XXIII/2025 tidak dapat dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK di Jakarta.
Dalam pertimbangan hukum, Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan Mahkamah mendapatkan bukti bahwa Juhaidy Rizaldy Roringkon meninggal dunia berdasarkan surat keterangan dari Rumah Sakit dr. Suyoto Jakarta pada 22 Juni 2025 pukul 12.55 WIB.
Oleh karena itu, menurut MK, kedudukan hukum pemohon yang telah meninggal dunia tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut karena syarat anggapan kerugian hak konstitusional dalam permohonan pengujian undang-undang harus relevan dengan keberadaan pemohon.
Selain itu, syarat lain yang harus dipenuhi agar pemohon dapat diberikan kedudukan hukum, yaitu apabila permohonannya dikabulkan maka anggapan kerugian hak konstitusionalnya tidak lagi atau tidak akan terjadi.(ds/antara)