KPK Harap Skor Indeks Integritas Nasional Dapat Ditingkatkan
DINAMIKASULTRA.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan skor indeks integritas nasional dapat terus ditingkatkan melalui upaya-upaya perbaikan sistem pencegahan korupsi.
“KPK berharap capaian skor indeks tahun lalu yang melampaui target nasional, yaitu sebesar 72,4 dapat terus ditingkatkan. Peningkatan skor indeks di antaranya melalui upaya-upaya perbaikan yang direkomendasikan sesuai hasil SPI (Survei Penilaian Integritas) tahun sebelumnya,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Pada 2022, KPK kembali menyelenggarakan SPI. Sama seperti tahun sebelumnya, SPI akan mengukur tingkat dan risiko korupsi pada 98 kementerian/lembaga, 34 pemerintah provinsi, dan 508 pemerintah kabupaten/kota.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, target skor indeks integritas tahun 2022 sebagai hasil dari pengukuran SPI, yakni sebesar 72 atau naik 2 poin dari target tahun lalu sebesar 70.
Ipi menjelaskan SPI yang dilakukan KPK untuk mengukur tingkat risiko korupsi pada suatu institusi tidak sekadar untuk menghasilkan skor indeks integritas. Namun, lebih penting untuk menyampaikan poin-poin rekomendasi perbaikan sistem pencegahan korupsi pada kementerian, lembaga maupun pemerintah daerah (pemda) yang diukur.
Oleh karena itu, KPK mendorong kementerian, lembaga maupun pemda untuk segera menindaklanjuti rekomendasi perbaikan sistem pencegahan korupsi berdasarkan hasil pengukuran SPI 2021, sehingga setiap institusi bisa meminimalisasi celah-celah rawan korupsi yang telah teridentifikasi secara efektif.
KPK mengharapkan melalui upaya perbaikan yang serius dari setiap institusi dapat meningkatkan skor indeks integritas pada institusi tersebut, sekaligus skor rata-rata nasional pada pengukuran SPI tahun 2022.
“Semakin tinggi peningkatan skor indeks integritas, menandakan bahwa terdapat perbaikan sistem yang lebih baik,” ujar Ipi.
Pada pengukuran SPI 2021, kata Ipi lagi, terdapat tujuh elemen yang diukur, yaitu transparansi, pengelolaan sumber daya manusia (SDM), pengelolaan anggaran, integritas dalam pelaksanaan tugas, “trading in influence”, pengelolaan pengadaan barang dan jasa, dan sosialisasi antikorupsi.
“Berdasarkan elemen tersebut, masih ada tiga elemen yang memperoleh skor di bawah rata-rata, yakni elemen sosialisasi antikorupsi dengan skor 59,1 persen, pengelolaan SDM 68 persen, dan ‘trading in influence’ 70,2 persen,” ujarnya pula.
Dari pengukuran itu, kementerian memperoleh skor rata-rata indeks integritas sebesar 80,3 persen dan pada lembaga mencapai 81,9 persen. Kemudian pada pemerintah provinsi didapat 69,3 persen, pemerintah kota 71,9 persen serta pemerintah kabupaten 70,9 persen.
Ipi mengatakan KPK menemukan berbagai risiko terjadinya korupsi pada seluruh instansi, baik kementerian, lembaga, maupun pemda.
Sebanyak 15 persen responden kalangan pegawai meyakini bahwa risiko penerimaan suap masih ditemui di banyak instansi.
“Survei juga menunjukkan satu dari empat responden pegawai menyebut adanya risiko perdagangan pengaruh (trading in influence) baik dalam bentuk penentuan program dan kegiatan, perizinan hingga penentuan pemenang pengadaan atau tender dari pemerintah,” katanya pula.
Selain itu, SPI 2021 juga mencatat sebanyak 29 persen responden pegawai menyebut adanya permasalahan dalam pengadaan barang dan jasa dari nepotisme hingga gratifikasi dalam proses pengadaan.
“Kemudian satu dari dua responden pegawai menyatakan terjadinya pemanfaatan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Lalu, sejumlah 9 persen persen responden pegawai menilai masih terdapat penyalahgunaan anggaran dalam perjalanan dinas,” ujar Ipi.
KPK pun memberikan lima rekomendasi prioritas kepada seluruh kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah atas hasil SPI 2021 tersebut. Pertama, penguatan sistem pencegahan korupsi baik melalui pendidikan, kampanye, pengawasan, dan penegakan secara simultan. Kedua, peningkatan kualitas merit dan pengaturan pengelolaan konflik kepentingan dalam mutasi dan promosi SDM.
Ketiga, pengembangan program sosialisasi dan kampanye antikorupsi. Keempat, meminimalisir perdagangan pengaruh melalui transparansi pelaksanaan tugas dan pemberian layanan. Kelima, optimalisasi penggunaan teknologi seperti dalam pemberian layanan untuk meningkatkan keterbukaan dan akses untuk mengurangi peran perantara memberi pelayanan.(ds/antara)